Apa sih stunting itu?

Stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, infeksi, maupun stimulasi (rangsangan suara, gambar, sentuhan, gerak untuk mengoptimalkan kemampuan otak) yang tak memadai, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Primasari, dkk., 2020). Keadaan stunting ini akan berdampak pada proses perkembangan otak yang terganggu, dimana dalam jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif anak. Dalam jangka panjang, anak stunting yang berhasil mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa cenderung akan menjadi gemuk (obesitas), dan berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM), seperti hipertensi, diabetes, kanker, dan lain-lain (Pusdatin Kemenkes, 2018).

Sayangnya, kondisi tubuh anak yang pendek ini seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orangtuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal, genetika merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya dalam kesehatan bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2018).

Lalu bagaimana cara mencegahnya?

1. Memenuhi kebutuhan gizi saat hamil

Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Para calon ibu juga harus memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan dan tak kalah pentingnya yaitu bersalin di fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2018). Lembaga kesehatan Millennium Challenge Account Indonesia menyarankan juga agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, maupun suplemen atas anjuran dokter (Kemenkes, 2019).

2. Beri ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan

Saat bersalin di fasilitas kesehatan (bidan, rumah sakit, puskesmas), ibu dianjurkan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum ASI. Colostrum ASI adalah ASI yang pertama kali keluar, berwarna kekuningan, dan mengandung komponen IgA, laktoferin, leukosit yang berfungsi dalam sistem kekebalan bayi (Castellote, et al., 2011). Kemudian, berikan ASI eksklusif (hanya ASI tanpa tambahan minuman atau makanan lain) sampai bayi berusia 6 bulan.

3. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat

Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. WHO/UNICEF mengharuskan bayi dengan usia 6-23 bulan mendapat MPASI yang adekuat dengan ketentuan yaitu dapat menerima minimal 4 jenis makanan dari 7 jenis (serealia/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur, sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A, sayur dan buah lainnya). Di samping itu, bayi 6-23 bulan yang diberi atau tidak diberikan ASI (pemberian susu selain ASI), dan juga sudah mendapat MPASI (makanan lunak/makanan padat), harus diberikan dengan frekuesi seperti di bawah ini:

  1. Untuk bayi yang diberi ASI:
    • Umur 6-8 bulan berikan MPASI 2x/hari atau lebih;
    • Umur 9-23 bulan berikan MPASI 3x/hari atau lebih.
  2. Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI berikan MPASI 4x/hari atau lebih (WHO/UNICEF, 2012).

4. Terus memantau tumbuh kembang anak

Orangtua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak. Bawa anak secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal adanya gangguan dan penanganannya (Kemenkes, 2019).

5. Selalu jaga kebersihan lingkungan

Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara itu, salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia (Kemenkes, 2019).

Jadi stunting ini dilatarbelakangi oleh keadaan kurang gizi dalam waktu lama, kejadian infeksi, maupun kurang stimulasi, dan bukan genetik yang mengakibatkan tumbuh kembang anak terhambat termasuk kognitif. Dari kesimpulan tersebut maka sebenarnya stunting ini dapat dicegah, yang perlu diwaspadai adalah stunting sudah pasti pendek untuk usianya, tetapi pendek belum tentu stunting.


Kontribusi oleh: Mutiara Liswanda, mahasiswi semester 6 Sarjana Gizi FKM UI


Referensi :

  1. Castellote, C., Casillas, R., Ramirez-Santana, C., Perez-Cano, F. J., Castell, M., Moretones, M. G., Lopez-Sabater, M. C., Franch, A. (2011). Premature delivery influences the immunological composition of colostrum and transitional and mature human milk. The Journal of nutrition. 141(6): 1181โ€“1187.
  2. Kemenkes, Pencegahan Stunting Pada Anak. Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Available at: https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting [Accessed April 25, 2021].
  3. Kemenkes, Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi. Direktorat P2PTM. Available at: http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-diabetes-melitus-dan-gangguan-metabolik/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi [Accessed April 25, 2021].
  4. Primasari, Y., Keliat, B. A. (2020). Parenting Practice as Prevention of Stunting Impact in Childrenโ€™s Psychosocial Development. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. 3(3)
  5. Pusdatin Kemenkes RI. (2018). Buletin Jendela: Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.
  6. UNICEF/WHO. (2012). Guiding Principle for Complementary Feeding of breast fed child.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *