Kesulitan makan (picky eater) adalah perilaku memilih-milih makanan yang terjadi pada anak. Picky eater lebih sering terjadi pada anak usia prasekolah atau balita. Di usia tersebut, anak sedang mengalami proses perkembangan psikis menjadi lebih mandiri dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya, serta mulai dapat mengekspresikan emosinya. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pola makan anak. Di samping itu Picky eater juga dapat dikatakan sebagai gangguan perilaku makan pada anak yang berhubungan dengan perkembangan psikologis serta tumbuh kembangnya dan ditandai dengan keengganan anak untuk mencoba jenis makanan baru. Picky eater merupakan perilaku yang termasuk kedalam kategori kesulitan makan (feeding difficulties), dimana picky eater yang ringan adalah bentuk yang paling umum dan paling sering dijumpai sampai dengan kelainan makan yang parah. Sifat memilih-milih dan mencurigai makanan baru pada tahap awal perkembangan manusia secara evolusi memiliki dampak positif karena dapat mengurangi risiko konsumsi bahan beracun, tetapi pada masa modern perilaku ini dapat menjadi halangan untuk menerima beberapa makanan baru atau belum pernah dicoba sebelumnya. Picky eater dan food neophobia (keengganan atau penolakan mengkonsumsi makanan yang tidak familiar) dapat mengurangi variasi asupan makanan, dan variasi yang rendah ini menjadi perhatian terutama pada komposisi zat gizi pada pola makan anak (Taylor dkk., 2015).

Picky eater dapat pula terkait dengan kelainan pola makan pada masa remaja dan dewasa muda, serta dapat terjadi pada anak yang memiliki perkembangan secara normal maupun pada anak yang memiliki kelainan perkembangan. Kelainan perilaku makan dapat dikaitkan dengan perkembangan yang tidak optimal, dan beberapa anak yang menolak makanan. Picky eater cenderung memiliki peningkatan berat badan yang rendah dibanding dengan anak yang bukan picky eater (Goh dan Anna, 2012).
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan pilih-pilih makan pada anak. Faktor-faktor ini memiliki interaksi yang dinamis antara satu dengan yang lainnya yaitu :
- Pengaruh prenatal, Pola makan ibu selama kehamilan dapat menjadi sebuah ‘programming’ yang dapat mempengaruhi perilaku dan pilihan makan anak yang dikandungnya. Salah satu mekanisme yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah kemampuan janin untuk belajar dari paparan rasa saat masih didalam kandungan (in- utero) (Ross, 2013).
- Pengaruh pemberian makanan dini postnatal, Anak memiliki lebih banyak papila pengecap pada lidahnya dibandingkan dengan orang dewasa. Sehingga indera perasa anak lebih sensitif terhadap rasa makanan. Pada masa awal perkembangannya anak cenderung lebih menyukai rasa manis dan tidak suka rasa pahit, sebuah hal yang mencerminkan suatu keuntungan adaptif, yakni menyukai rasa manis mendorong konsumsi sumber energi yang dibutuhkan bayi, salah satunya ASI, sedangkan tidak menyukai rasa pahit dapat melindungi anak dari bahaya keracunan zat alkaloid tanaman. Oleh karena itu, paparan dini akan berbagai macam aneka rasa baru akan sulit untuk diterima oleh anak karena anak telah terbiasa dengan rasa ASI yang cenderung manis dan gurih.(Jones, 2015).
- Pola Makan Orangtua, Anak akan merasakan pengalaman sensorik yang baru berkaitan dengan makanan, termasuk tekstur dan rasa, dan terjadi proses belajar yang berlangsung secara cepat, mempengaruhi perkembangan suka dan tidak suka terhadap makanan. Pada saat yang sama, tendensi makan anak juga akan muncul, dan orangtua akan memastikan bahwa anaknya memakan makanan yang sehat. Tahap ini adalah masa yang sulit bagi anak yang tidak bisa beradaptasi. Kecenderungan pilih-pilih makanan timbul dari kebiasaan anak melihat pola makan kedua orangtuanya. Misalnya si ibu tidak doyan makan sayur atau ayahnya hanya makan itu itu saja. Maka ketika anak ditawarkan untuk mengonsumsi sayur, ia akan menolaknya karena berpikiran bahwa orang tuanya saja tidak menyukai sayur. Anak cenderung berkembang mengikuti pola asuh atau perilaku orang tua yang biasa ditunjukkan orangtua sebagai panutan utama mereka. (Jansen, 2014).
- Lingkungan Keluarga, bagi anak-anak, orangtua adalah penyedia asupan makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-harinya. Oleh karena itu, prediktor terkuat pola makan anak adalah pola makan orangtuanya. Lebih dari itu, cara kontrol orangtua terhadap pola makan anaknya tidak hanya melalui tekanan dan pembatasan tetapi juga dapat melalui manipulasi variasi makanan dan waktu makan. Dengan mengesampingkan ketersediaan makanan, orangtua dapat memberikan contoh penting dan dorongan atau pencegahan pada pilihan makan anaknya. Anak- anak sangat mudah menerima pada pembelajaran dengan mengamati perilaku orangtua atau teman sebayanya (Gibson, 2016).
Berikut merupakan beberapa kondisi yang tampak atau gejala saat anak mengalami picky eater, antara lain:
- Sensory-dependent eaters: tidak menyentuh makanan yang teksturnya tidak sesuai dengan yang ia sukai atau yang biasa ia makan. Mereka juga tidak mau mengonsumsi makanan yang baunya terlalu tajam atau aneh.
- Preferential eaters: anak makin sulit makan saat orang tua menyajikan tambahan baru dalam makanan kesukaannya.
- General perfectionists: hanya mau makan jika tampilan makanan di piringnya sempurna. Misalnya, susunan makanan tidak berantakan, tidak diaduk, atau tidak disentuh dengan tangan.
- Behavioral responders: misalnya anak ingin letak nasi di piringnya ada di tengah, sayur dipisah, hanya ingin makan telur bagian kuningnya saja, dan lain-lain.
Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan jika menghadapi anak yang sulit makan atau cenderung memilih – milih makanan, yaitu:
- Menghidangkan menu yang bervariasi. Hal ini dilakukan agar anak bisa memilih makanan yang disukainya sehingga anak tidak jenuh.
- Mengurangi kudapan diantara jam makan. Pada anak picky eater, porsi cemilan sebaiknya dikurangi, termasuk pemberian susu. Hal ini dilakukan agar nafsu makan anak tetap terjaga.
- Mempercantik tampilan makanan. Kebanyakan anak batita belajar untuk mengenali makanan yang disukai melalui penglihatannya. Anak bisa menolak biskuit karena bentuknya tidak seperti yang lainnya.
- Memperhatikan kondisi psikologis anak. Membuat kondisi psikologis anak menjadi baik dapat meningkatkan nafsu makannya.
- Membiarkan anak makan sendiri. Hal ini dilakukan agar anak dapat bereksplorasi terhadap makanannya, selain itu mengasah kemandirian dan kemampuan motoriknya.
- Tidak mengikuti keinginan anak dengan mengganti menu sesuai keinginannya, karena mungkin saja ketidaksukaannya disebabkan keinginan menentang dominasi orang tua. Menanamkan kesadaran pada anak bahwa makan adalah suatu tugas, dengan tidak memuji jika makanan dihabiskan, dan juga tidak memarahi, mengancam, membujuk, menghukum, atau memberi label anak sebagai anak nakal jika makanannya tidak dihabiskan atau tidak mau makan (Tasmin, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Taylor, C. M. dkk. 2015. Picky/fussy eating in children: Review of definitions, assessment,
prevalence and dietary intakes, Appetite. ElsevierLtd, 95, pp.349-359
doi:10.1016/j.appet.2015.07.026.
Goh, DYT. dan Anna, J. 2012. ‘Perception of picky eating among children in singapore and its
impact on caregivers: A questionnaire qurvey’, AP Fam. Med., 11(1), pp. 1–8.
doi: 10.1186/1447-056X-11-5
Ross MG, Desai M. 2013. Developmental programming of offspring obesity, adipogenesis, and appetite. Clin Obstr Gynecol;56(3):529–36. doi:10.1097/GRF.0b013e318299c39
Jones L, Moschonis G, Oliveira A, de Lauzon-Guillain B, Manios Y, Xepapadaki P, dkk. 2015. The
influence of early feeding practices on healthy diet variety score among pre-school children in four European birth cohorts. Public Health Nutr;18(10):1774–84. doi:10.1017/s1368980014002390
Jansen PW, Tharner A, van der Ende J, Wake M, Raat H, Hofman A, dkk,. 2014 Feeding practices and child weight: is the association bidirectional in prescho ol children? Am J
Clin Nutr;100(5):1329–36. doi:10.3945/ajcn.114.088922
Gibson, E. L. and Cooke, L. 2017. Understanding food fussiness and its implications for food choice, health, weight and interventions in young children: the impact of professor Jane
Wardle. Cur. Obes. Rep, 6(1), pp. 46–56. doi: 10.1007/s13679-017-0248-9
Indri Suci Rahmawati
Ahli Gizi di Rumah Sakit Swasta Jakarta