Ayam Kampung vs Ayam Negeri. Ayam negeri atau biasa disebut ayam broiler adalah ayam yang dilakukan proses pemuliaan, yaitu ayam hasil budidaya teknologi. Ayam broiler memiliki karakteristik yang unggul, dimana waktu pertumbuhan ayam ini cepat, penghasil daging dengan pakan irit, dan siap potong pada usia yang relatif muda (Murtidjo, 1992; Muchtadi, dkk., 2013). Sedangkan, ayam kampung atau ayam lokal merupakan jenis ayam yang tidak atau belum mengalami usaha pemuliaan yang pemeliharaannya masih secara tradisional (Muchtadi, dkk., 2013).
Kandungan Gizi Ayam Kampung vs Ayam Negeri
Berikut ini merupakan kandungan gizi ayam kampung dan ayam negeri (broiler).
Zat Gizi | Kampung | Negeri/Broiler |
Protein | 18,1% (Suharyanto, dkk., 2007) | 21% (Soeparno, 1994) |
Lemak | Lemak daging ayam kampung non-dada 2,43% (Soeparno, 2001) | 5,79 โ 8,44% (Ismoyowati, dkk., 2003) |
Air | Kadar air daging ayam kampung non-dada 76,04% (Soeparno, 2001) | 68 โ 75% (Soeparno, 1994) |
Kandungan Gizi Ayam Kampung dan Ayam Broiler
Daging ayam potong (karkas) yang baik adalah karkas yang mengandung daging dengan kadar lemak rendah dan kandungan protein tinggi (Asmara, dkk., 2006).
Perbedaan Ayam Kampung dan Ayam Negeri
Ayam kampung memiliki tingkat kekebalan tubuh yang tinggi, lambat untuk berkembang biak, pertumbuhan lambat, mudah beradaptasi, dan biaya pakan tinggi (Hastono, 1999). Ayam kampung memiliki ciri-ciri fisik, yaitu bentuk kepalanya yang panjang dan rata, panjang lehernya sedang, bentuk punggungnya rata atau miring sedikit ke ekor, dadanya lebar (menunjukkan otot), sayap yang tertutup kuat, warna daging yang kemerahan (kandungan mioglobin yang tinggi akibat banyak beraktifitas), serta perutnya yang besar, lebar, dan dalam (Muchtadi, 2013).
Ayam broiler memiliki ciri-ciri, yaitu bergerak lambat dan tenang, relatif peka terhadap infeksi penyakit, konsumsi pakan sedikit, warna daging putih, daging yang empuk; ukuran besar; bentuk dada lebar, padat, dan berisi; dan sulit beradaptasi (Rahayu, 2011; Murtidjo, 1987).
Dampak Buruk Mengonsumsi Ayam Negeri Terlalu Banyak
Peternakan ayam broiler umumnya rawan serangan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasite, dan jamur (Tamalludin, 2012). Residu dapat ditemukan akibat penggunaan obat-obatan, termasuk antibiotik, pemberian feed addictive (supaya makannya banyak), ataupun hormon pemacu pertumbuhan hewan. Pemakaian obat dengan dosis berlebihan (pemberian dalam jangka waktu yang lama dan juga waktu henti obat tidak tepat) dapat menyebabkan adanya residu obat dalam karkas ataupun organ visera (Palupi, dkk., 2009).
Konsumsi daging ayam yang mengandung residu antibiotic akan menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam jangka pendek dapat menyebabkan alergi, gangguan pencernaan, gangguan kulit, anafilaksis, dan hipersensitifitas. Sedangkan, bahaya tidak langsung yang bersifat jangka panjang adalah resistensi mikrobiologi, karsiogenik, mutagenik, teratogenik, dan gangguan reproduksi (Ruegg, 2013; Seri, 2013; Singh, et al., 2014).
Dalam menentukan bahan pangan yang ingin dikonsumsi, ayam kampung atau ayam negeri perlu dipertimbangkan bahwa selain rasa kita juga harus melihat kandungan gizi bahan pangan tersebut. Jangan sampai terlewat juga dampak-dampak apa yang diakibatkan kalau mengonsumsi makanan ini, baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Mulai dari sekarang, jadilah konsumen yang cermat agar tubuh tetap sehat.
Kontribusi oleh: Mutiara Liswanda, mahasiswi semester 6 Sarjana Gizi FKM UI
Referensi :
- Asmara, I. Y., Garnida, Tanwiriah, W. (2006). Penampilan Broiler yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Daun Ubu Jalar (Ipomoea batatas) terhadap Karakteristik Karkas. Jurnal Indonesia Tropical Animal Agriculture. 32(2).
- Hastono. (1999). Peluang Pengembangan Ayam Buras di Lahan Pasang Surut Larang Ulu, Sumatra Selatan. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 1-2 Desember 1998. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
- Ismoyowati, Widiyastuti, T. (2003). Kandungan lemak dan kolesterol daging bagian dada dan paha berbagai ungags lokal. Animal Production. 5(2): 79-82.
- Muchtadi, M. S., dkk. (2013). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
- Murtidjo, B. A. (1992). Pedoman Berternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius
- Murtidjo, B. A. (1987). Pedoman Berternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
- Palupi, M. F., Min, R., Unang, P. (2009). Farmakokinetik parasetamol dalam plasma ayam (Gallus domesticus). Bogor: Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan.
- Palupi, M. F. (2012). Pentingnya penilaian risiko (risk assessment) dalam penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (antibiotic growth promotor). Bogor: Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan.
- Rahayu, dkk. (2011). Paduan Lengkap Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.
- Ruegg, P. L. (2013). Antimicrobial residues and resistance: Understanding and managing drug usage on dairy farm. Madison: University of WI, Dept. of Dairy Science.
- Seri, H. I. (2013). Introduction to veterinary drug residues: hazard and risk. Workshop of veterinary drug residues in food derived from animal 26-27th May 2013. Sudan University of Science and Technology: Department of Animal Health and Surgery.
- Singh, S., Sanjay, S., Neelam, T., et al. (2014). Antibiotic residues: a global challenge. An International Journal of Pharmaceutical Science. Pharma Science Monitor. 5(3): 184-197.
- Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Soeparno. (2001). Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Suharyanto., Anang, A. (2007). Panen Ayam Kampung dalam 7 Minggu Bebas Flu Burung. Jakarta: Penebar Swadaya.
- Tamalluddin, F. (2012). Ayam Broiler: 22 hari panen lebih untung. Jakarta: Penebar Swadaya.